Apa Itu: Pro[j]ek Mimpi

Foto saya
Jakarta, Indonesia
Selama mimpi ngga harus dibeli, jangan takut rugi menaruh hati pada keyakinan diri. Yakini dan miliki! |a reality book and workshop project by Bernadette Irene @blessedirene - seorang penulis kertas dunia maya,metalhead dan bekerja untuk tujuan kemanusiaan Motor penggerak kami adalah: ANDA dan jutaan pemimpi-pemimpi besar lainnya yang menginspirasi kami. Mari bermimpi - karena tidak ada mimpi yang kembali dengan sia-sia. Awal mewujudkan mimpi adalah dengan menuliskan mimpi itu sendiri. Kirimkan tulisan berisi mimpi kalian dalam format digital (.doc, .rtf atau .txt) ke projekmimpi@gmail.com Tulisan yang paling unik, inspiratif dan membawa motivasi bagi banyak orang akan dibukukan dalam "Pro[J]ek Mimpi" dan selanjutnya dipresentasikan ke dewan publik yg terdiri dari orang-orang awam,publik figur dan juga calon sponsor yang boleh jadi menjadi salah satu jalan untuk membantu mewujudkan mimpi-mimpi tersebut. Tidak ada batas waktu pengiriman tulisan. Mari bermimpi dan retaskan mimpimu dalam deretan aksara!

Sabtu, 26 November 2011

#1 [Persembahan Ketjil dari Kami untuk Para Sahabat]

Bersama dengan salah satu lingkaran keluarga [ketjil] Lentera Mahadaya dengan Pro[j]ek Mimpi  kami mengajak sahabat-sahabat sekalian untuk hadir di event ketjil kami yang pertama [#1]. -Always Support Love and Making Peace-


Tidak ada niatan yang lebih dari wadah ini, selain mengharap persatuan dan pembelajaran. Kami masih [dan akan selalu] muda, dan tentunya [akan selalu] mencintai segala esensi dalam Islam

Dalam acara ini, beberapa perwakilan dari Pro[j]ek Mimpi juga akan hadir dan berbagi cerita seputar mimpi dan harapan. Support and respect!

Sabtu, 19 November 2011

Kado Kecil Pemimpi Besar

Jawaban di titik bawah nol

Sebuah bingkisan kecil masuk diantar merpati pos digital ke kotak suara virtual. Bertelur..cekling dan kamipun mengambilnya dengan hati-hati. Telur berisi aneka ragam mimpi diletakkan di tumpukan jerami terbaik yang kami punya.Dari balik amplop bingkisan tertulis rapi agar semua yang berkaitan dengan jati diri si pengirim bingkisan disimpan saja dalam kotak penuh mimpi dan harapan. Satu-satunya yang tersisa selain jenis kelaminnya yang merupakan keturunan hawa adalah nama panggilannya, Silvy.

Perjalanan wanita muda ini dalam pencarian [jalan kebenaran] itu justru berawal dari kebencian. Rasa itu membuncah karena beban kekecewaan. Rasa perih akibat pecutan dan fondasi yang berseberangan.

Di usia belia, banjir pergolakan sudah memenuhi ruang otak. Logika beradu dengan fakta, hingga akhirnya menemukan jawaban yang berasal dari sebuah keyakinan.

Masa kecil wanita pengantar bingkisan pertama untuk Pro[J]ek Mimpi ini diakui penuh dengan keajaiban. Dari mulai kehilangan perhatian di tengah masa pencarian yang berubah pada keputusasaan. Namun lagi-lagi, ketika gelembung mimpi sudah terlempar ke udara, ia akan terus terbang tinggi dan tak ada yang bisa memecahkannya.

Keajaiban berikutnya mampir kepadanya dalam bentuk gelembung berisi koin pendidikan. Kling! koin dimasukkan dan kesempatan mengecap pendidikan gratis yang pada waktu itu hanya berhenti di angan, dan kepalan tangan akibat perasaan yang tak mengenakkan dari sebagian golongan.

Berangkat dari angan bercampur harapan, ia menceburkan diri ke dunia yang bergelut dengan salah satu kebutuhan dasar manusia, kesehatan. Meski tidak berhadapan langsung dengan yang menderita, namun setetes asa bisa diulurkannya pada mereka yang harus menjalani hidup jauh dari kenyamanan.

Ketika mendapat kesempatan menimba ilmu di bidang yang berkaitan dengan kehidupan orang banyak di sanalah banyak potret nyata sisi lain kehidupan dari kacamata yang berbeda. Perjalanan ke daerah pelosok negeri tercinta ternyata sukses membukakan mata. Membuatnya meneteskan titik-titik air mata yang diyakini penuh makna.

Dalam rangkaian aksara sederhana, lewat aktivitas kesehariannya yang berhubungan dengan kesehatan dan kemanusiaan, pertolongan bisa diulurkan. Sebuah titipan dari sang pencipta kehidupan dan juga balasan karena dirinya sering banyak menerima uluran bantuan.

Lewat kacamata multidimensinya, ada kuotasi luar biasa: hidup adalah keajaiban, anugerah dari Allah. [Setiap orang adalah bintang, dan akan bersinar dengan caranya dan jalannya masing-masing. Dan jalan hidup tak selalu tanpa kabut, tapi pelangi selalu akan muncul sehabis hujan. Itu adalah satu-satunnya janji Allah yang bisa menguatkan kita ketika terjatuh]

Salam Mimpi,



//Pengirim Bingkisan//
*Dari pengirim bingkisan yang nama lengkapnya [belum] ingin dimunculkan*

Rabu, 16 November 2011

Cipratan Ide Pagi [Enrico 'iccolatte' Rinaldi]


Sluurp, sambil menyeruput kopi panas dari ketinggian beberapa kaki di barat ibukota, kotak pos Pro[j]ek Mimpi kembali kedatangan paket mimpi.  Setelah amplop berisi lembaran cerita yang membuka pandangan kini sebuah kotak dengan aksen hitam, merah dan putih.

Dengan hati-hati kami membuka penutup kotak dan di dalamnya ternyata terdapat kotak persegi imaji dengan rangkaian aksara "Donasi Ide untuk Pro[j]ek Mimpi". Logomimpi #1 Pro[j]ek Mimpi akhirnya datang dari seorang sahabat PM yang lahir ke dunia dengan nama Enrico Rinaldi dan dikenal di dunia maya dengan nick 'iccolatte'

Ada tiga elemen warna dalam logomimpi #1. Merah untuk menggambarkan kegaharan, hitam akan kegelapan dan putih yang identik dengan kebaikan. Muncratan darah dari tembakan adalah ungkapan bila kita semua pernah merasakan sakitnya terkena tembakan. Entah peluru nyasar, ditembak dari belakang ataupun memang sudah menjadi target sasaran. Namun kesemuanya tidak menjadikan mimpi-mimpi kita hancur.


Dalam kacamatanya di tengah kesibukan merampungkan halaman, baginya mimpi adalah 'Wujud Abadi Kebahagiaan'. Cukup tiga kata untuk menjabarkannya. Sama dengan kandasnya tiga band yang pernah dinaunginya namun tidak menghancurkan asanya untuk terus menggantung mimpi. 

Minggu, 13 November 2011

Buang-buang Mimpi [Muhammad "Bounty" Bantarangin]



Sisa Buangan Anti Pengangguran
Ketika keranjang sudah terasa semakin penuh, ada saatnya untuk membuang. Bukan hal mudah untuk rela membuang. Namun agar wadah tak tumpah, isi harus dikurangi. Inilah yang terlontar dari seorang Mohammad Bantarangin atau sebagian besar orang mengenalnya sebagai Bounty ketika mengupas sebuah kata sakral: mimpi. Dan tentunya lebih dari sekedar oleh-oleh dari pulau bantal.

Dilahirkan dari keluarga yang cukup berada, namun juga harus kehilangan orang terdekat yang paling disayang [ayah-red] harus pergi selamanya ketika umur Bounty masih belia. Kehilangan jelas membuat terpukul. Namun dari sinilah pencapaian mimpi dimulai.

Kehidupan Bounty kecil serta merta berubah. Rumah mewah yang tadinya dihuni ibu, harus rela untuk memejamkan mata di hunian yang kian sempit dan bahkan akhirnya menerima opsi untuk tinggal di rumah kontrakan yang benar-benar hanya satu petak kamar saja. Namun hal ini tidak membuatnya kecil hati. Justru kebalikanya, semua pengharapan dari orang-orang terdekat menjadi amunisi sejati.

Darah musik yang mengalir membuatnya enggan melanjutkan sekolah menengah ke tempat yang 'biasa'. Sekolah Menengah Musik Jogjakarta menjadi tempat melanjutkan impiannya. Meski secara akademis Bounty memiliki kemampuan di atas rata-rata.

Lagi-lagi sistem pendidikan negara yang carut marut membuatnya gagal masuk di tahun pertama. "Hanya" karena telat membayar uang pangkal. Namun lagi-lagi banyak petikan arti kehidupan yang boleh jadi tak akan didapatkannya bila mengecap bangku sekolah. Bounty berkenalan dengan banyak eks SMM yang rata-rata didominasi seniman.

Nampaknya pembelajaran jalanan sudah terlanjur melekat pada diri Bounty. Tahun kedua kegagalan masuk SMM membuatnya memutuskan untuk tidak melanjutkan dunia persekolahan formal. Keputusan yang tidak mudah diterima oleh kebanyakan orang, dan lagi-lagi pembuktian adalah kunci pengakuan.

Jalanan memang memberikan banyak suntikan bagi Bounty. Banyak hal dipelajarinya dari jalanan. Mulai dari cara mencari makan hingga pelajaran kuliahan. Namun tetap, ada sisi rebel darinya. Baginya, dikalahkan [secara skill] adalah suatu ketabuan. Dan terbukti bila apa yang dipegangnya bukan sekedar rangkaian aksara, namun sebuah realitas. Salah satu analisis hebatnya adalah mengenai kategori orang pintar yang ternyata bukan terukur secara akademis, kemampuan menjelaskan suatu hal yang dengan sangat sederhana adalah suatu patokan yang tak terkalahkan.

Kecintaan terhadap musik masih belum luntur (bahkan kian menjadi-red). Kesempatan bekerja di studio musik memberinya banyak ketenangan untuk mempelajari berbagai ilmu yang bertalian dengan kesukaan bermodal kemampuan Bahasa Inggris yang dipelajarinya secara otodidak. Di masa ini (1997), Bounty
bertemu dengan anak-anak band metal syiar Purgatory.



Meski mengaku memiliki masa lalu yang kelam, ayah satu anak ini enggan berbagi cerita seputar detil masa-masa kelamnya karena baginya tren 'kelam sebelum melek' adalah suatu hal yang sifatnya super tabu. Hingga detik ini, boleh jadi banyak mimpi telah dibuang ayah satu anak ini. "Mati di jalan Allah". Sepenggal kalimat singkat dengan makna dalam walaupun jalan menuju kesana sendiri diakui Bounty tidak pernah dipikirkannya. Sebagian jalan kecilnya boleh jadi dengan ia menjadi personil Purgatory dan menelurkan kreativitas di film dan klip. Dengan sukses pula ia meredefinisi arti pengangguran [ketika sudah tak tahu lagi apa yang harus dikerjakan-red] Pencapaiannya saat ini jelas tak luput dari kuotasi yang maha dahsyat dari Q.S Al-Baqarah 286. "Segala kebaikan dan kekurangan yang terjadi saat ini adalah buah dari tanaman masa lalu kita semua,"

Sabtu, 12 November 2011

Fighter//Believer [Rince "Rinsdark" Kurnia Dewi]



Jeritan Mimpi Seorang Pejuang Bawah [Tanah]
Pilihan musik adalah cerminan sikap dan juga [mimpi]. Berawal dari menyanyi di atas meja untuk sekedar menghibur keluarga Rince Kurnia Dewi yang membumi sebagai Rinsdark berbagi segumpal cuap tentang mimpi.

Darah musik tersuntik sejak masih belum mengecap bangku sekolah. Sementara biusan rock dialirkan orang yang melahirkannya ke dunia saat masih berseragam putih merah.

Sebagai anak satu-satunya dan merupakan satu keturunan kaum hawa, Rince tidak merasakan masa-masa penuh kekangan. Namun baginya kebebasan adalah suatu hal yang membuatnya belajar akan kepercayaan.

Puluhan tahun kebelakang, penampilannya boleh jadi mirip poser ketimbang seorang rocker. [Ketika seorang rocker mengenakan sendal jepit ketika 'naik haji' di konser band rock kenamaan kelas dunia] pastilah banyak orang yang kini mengenalnya tentu sedikit terkaget.

Jejak kewanitaannya masih tersimpan ketika berseragam putih abu dengan dengan menjajal menjadi cheerleader. Namun musik terlanjur mendarah di antara daging, sehingga 'kegilaan' barunya ini sengaja ia tinggalkan.

Kecintaannya terhadap musik cadas membuat hasrat Rince membuncah untuk tergabung dalam sebuah band dan tampil gila-gilaan di depan penonton. Boleh jadi karena bakat ugal-ugalan itu pula, Rins memilih untuk bermain musik punk bersama Punktat dan mengisi teriakan-teriakan anti kemapanan.



Masa-masa pasca lulus menjadi pelajar sekolah menengah dilalui Rins dengan bermusik sambil mencoba merampungkan studinya. Tak seperti mereka yang gentar menyuarakan anti kemapanan, penyuka film horror ini mengaku sempat dua kali bekerja di industri korporat. Kenyamanan dan kebutuhan untuk memberikan nafas lebih panjang bagi scene asuhannya membuatnya harus berkompromi dengan kehidupan. Sayang kapitalisme terlalu angkuh untuk menerima komprominya. Keeksisan yang menggebu di situs jejaring sosial sempat membuatnya harus meninggalkan 'kursi panas' nan empuk.

Rins menemukan dunia baru di tahun 2007 [media-red dengan bergabung bersama Provoke]. Masih di bawah bendera musik dan DIY, ia mengupayakan pergerakan melawan kemapanan dalam format yang lain. Namun lagi-lagi, kenyataan di lapangan membuatnya kelelahan dan menjadi pekerja rumahan.

Rumah dan mimpi-mimpi Rins nampaknya berjodoh. Kebahagiaannya sebagai musisi [lewat band gothic Gelap-red yang lahir dan dibesarkannya - www.gelapsenja.com] tetap bisa diraih dan banyak pihak tersenyum lebar dengan melihat kreasi busana dan membeli tiket band-band cadas nagri. [Bisa diakses di www/ hershiningdark.blogspot.com]


Meski mengaku sudah sukses meraih mimpi, pengagum sosok ibu ini memiliki pengharapan bila bisa memutar jarum jam. Sebuah keinginan 'sederhana' dengan menjadi isteri yang baik untuk suami dan anak-anaknya. Dan juga membesarkan scene musik bawah tanah lewat sebuah EO yang berbeda dari yang selama ini pernah kita kenal. "Never say late to learn" nampaknya meleburkan makna yang sangat dalam bagi seorang Rins. 

Rabu, 09 November 2011

Pengharapan sebuah Ketidakinginan [Irmalida Arni]

Rajutan Mimpi Kuli Tinta Wanita

Siapa yang mau lahir tak diinginkan? Dibesarkan dengan keluargan militan dan terasing dari teman-teman. Perasaan tertekan dan hati yang tak karuan bercampur menjadi satu. Inilah yang dialami seorang Irmalida Arni di masa masih menjadi seorang gadis kecil. Namun dari sinilah, Irma tanpa dirasa meniup gelembung mimpi. 

Muncul ke dunia di sebuah kota kecil yang tiga puluhan tahun lalu masih belum terkena modernisasi ketimbang ibukota. Dihadapkan dengan kenyataan bila keluarga memiliki pengharapan agar memiliki keturunan kaum Adam dan ternyata berbalik arah tidak meredam didikan militan.

Sapuan ikat pinggang hingga benda-benda keras lainnya sudah menjadi makanan keseharian. Tak ada mainan khas perempuan, mencoba membuat Irma kecil lupa bila dirinya masih seorang yang memiliki sisi kelembutan dan gemulai kewanitaan.

Hitung-hitungan menjadi pelajaran yang tidak menyenangkan ketika ia masih berseragam putih merah. Pembagian menjadi simbol yang mengerikan bak mata setan. Semua terjadi lantaran didikan penuh ketegasan yang sayangnya berbuah pada ketakutan.

Seragam putih merah berganti menjadi putih biru. Namun warna kehidupan belum kunjung berubah. Dibesarkan dengan kultur menjadi seorang lelaki menjadikan Irma serasa terbius musik-musik yang tidak biasa dinikmati kaum hawa. Pertemananpun tak seperti kebanyakan teman seusianya berawal dari kenyamanan berteman dengan lawan jenis.

Sayang, ketika sekali dipertemukan dengan seorang sahabat wanita, tanda silang terbentang. Kehidupan generasi muda yang bebas lepas membuat kerikil tajam harus diinjaknya. Meski perih, bibir hanya mampu bersuara lirih, sementara raga hanya bisa menahan rasa.

Hidup boleh jadi berwarna hitam, namun siapa sangka kembang merah jambu menjadi penghias? Masa-masa berseragam putih abu menjadi awal berkenalannya Irma dengan percintaan yang tadinya serasa tabu. Namun setelah harus menginjak kerikil bersama teman wanita, kini harus tersedak duri lantaran bermain perasaan dengan kaum Adam.

Namun pencipta kehidupan akan selalu adil. Ditiupkannya kebisaan merangkai kata pada Irma dan mading sekolahan sukses menjadi tontonan banyak orang. Dari sinilah, pisau terasah sendirinya dan mengantarkannya meraih pengharapan kehidupan.

Penguasa semesta memang bukan seorang yang pelit berbagi. Dipercayakannya kemampuan berdagang pada Irma dari mulai berdagang ‘amunisi perang’ hingga pewangi badan. Kecintaannya akan musik merasuk dalam bakat dagangnya di toko virtual Bakul Metal.

Kecintaan pada deruan distorsi dan hingar bingar yang menghantarkannya menjadi salah satu figur penting dari jalur distribusi alat-alat musik berbagai merek kenamaan. Tanpa perlu menghapus kegemarannya dengan dunia tulis menulis dan jurnalistik [terwadahi lewat Dapur Letter dan Music For Life]. Hingga akhirnya band rock nasional legendaris [ROTOR-red] meminangnya. Semuanya tak pernah dibayangkan Irma ketika masih berjibaku dengan pukulan-pukulan dan takutnya pada hitung-hitungan. Namun boleh jadi pencapaiannya adalah mimpi orang-orang terdekatnya, juga pengharapan publik yang mengenalnya.  Dentuman Cannibal Corpse dan Suffocation jelas menjadi roket peluncur semangatnya dan pemikiran-pemikiran hebatnya nampak tercermin dari suapan ilmu Karl Marx, Kottler dan sang ayah.

Emak metal dua anak ini [penguasa jagat raya memberikan ASI yang berlimpah sehingga anak-anaknya mendapat ASI eksklusif selama 3 tahun, meski kesibukan terus menderanya dan pencapaian ini adalah buah salah satu mimpinya]  mengaku tidak mau kembali ke masa manapun dari kehidupannya sekarang. Namun bila diberi kesempatan untuk mengulang hidup, Irma ingin menyapu semua ‘kotoran’ yang menempel erat di perjalanan hidupnya. Keyakinan akan mimpi masa depan dipupuknya dari semangat  menanam dan menuai. “Apa yang ditanam, itulah yang akan kita tuai”, sama halnya dengan mimpi yang ditanam dan berbuah kenyataan masa depan. 

Selasa, 08 November 2011

Mengacak Dunia Segiempat [Bernadette 'Renee' Irene]



Berkaca di Cermin Mimpi

Berawal dari kelas bawah lalu merangkak naik menjadi penghuni dunia kelas atas? Ah itu biasa. Mendadak hujan materi dan lupa kulit? Sudah ribuan cerita. Namun apa kabar untuk seorang anak tunggal yang sempat menikmati gaya hidup kelas satu, namun akhirnya harus menghadapi jungkir balik hidup 180 derajat dan berhasil kembali bangkit? Seorang wanita bernama lengkap Bernadette ‘Renee’ Irene menerjang badai dengan modal mimpi.

Tumbuh dari keluarga berada dan berlatar belakang pendidikan baik membuat kehidupan Renee kecil nyaris sempurna. Rumah mewah di kawasan yang cukup bergengsi di ibukota, cukup duduk manis setiap akan pergi kemanapun, dan tentunya mengenyam pendidikan di tempat dengan level nomor wahid dan tentunya dibekali dengan fasilitas pembelajaran yang luar biasa.

Namun penguasa jagat raya seolah tak ingin membiarkan umatnya manja. Di penghujung ia menghabiskan masa-masa indah berseragam putih merah, badai menghantam. Hati yang hanya satu-satunya itu hancur ketika mengetahui bila orang tua yang selama ini membesarkannya ternyata tak pernah mengandungnya.

Semenjak pengorekan fakta itulah, perlakuan tidak menyenangkan mulai menyeruak. Dari mulai gebukan sapu hingga aneka benda tumpul sudah menjadi kudapan setiap hari di hunian. Kehidupan rumahan menjadi tak lagi menyenangkan, kabur-kaburanpun menjadi pilihan.

Kesakitan-kesakitan itu disimpannya di urat nadi, boleh jadi wanita yang telah lima kali menjajal menghabisi nyawanya sendiri [namun gagal dan mengantarkannya untuk mengingat kewajiban 5 waktu] sehingga akhirnya melempar asa ke udara dalam bentuk gelembung-gelembung mimpi.

Bicara soal polah masa muda, Renee adalah seorang perempuan yang sangat preman. Belajar membuat ‘kerajinan tangan’ di akhir berseragam putih merah dan kian menggila ketika memasuki era kehidupan sekolah menengah.  Nyaris segala kenikmatan tak ada yang terlewat untuk dicicipinya.

Keputusannya melanjutkan studi di sekolah menengah pariwisata dan perhotelan kembali ditentang keluarganya.Namun Renee tak menyerah dengan keadaan. Meski ditentang, tetap melanjutkan dan menyelesaikannya dengan hasil terbaik.

Lepas sekolah menengah ternyata tak membuka ruang bebas baginya. Kuliah di luar kotapun menjadi dalih untuk melangkah jauh dari rumah. Mengenal kehidupan baru di Bandung, ia menikmati nafas bebas yang beda. Malam seolah tak pernah habis. Mulai dari sekedar eksis di warnet sampai pagi hingga berpesta seolah tak ada hari lagi.

Gagal merampungkan kuliah pertamanya, Renee kembali ke ibukota. Menjajal peruntungan studi di tanah kelahiran, dan sampai detik ini [belum] mengantongi ijazah. Tak pelak, orang tuanya memberi bingkisan vonis ucapan bila dengan keadaannya yang [hanya] berbekal ijazah SMA anak satu-satunya ini [cuma] layak menerima upah setara PRT.  Meski sempat terpelanting-pelanting, sang penguasa jagat raya tak pernah berat sebelah. Dititipkannya kemampuan berbahasa yang luar biasa pada wanita pecinta musik cadas ini. Disalurkannya kebisaan ini lewat mengajar dengan upah seadanya. Sementara hasrat meracau dimuntahkannya lewat deretan kata di lembaran dunia maya.



Di usia yang terbilang belia, Renee harus menjadi ibu bagi seorang anak sendirian. Keputusan berat ini diambilnya setelah sang mantan suami tak kunjung berhenti dari jerat pemadat. Setelah memutar-mutar otak, akhirnya ia memutuskan untuk terbang ke Pulau Dewata demi mengepulkan asap dapur dan membesarkan buah hatinya dengan penuh cinta dan memenuhi segala kebutuhannya tanpa kecuali. Lagi, sang pemberi kehidupan memberikan berkah untuk seorang ibu dan anak dengan mengirimkan kepercayaan padanya lewat pekerjaan yang bagi sebagian orang tanpa ijazah kuliahan hanya dianggap mimpi - jabatan Manager untuk beberapa perusahaan lokal dan asing terkemuka selalu berhasil disandangnya

Kegundahannya semakin mencuat ketika keyakinannya terusik. Hingga akhirnya ia menemukan keajaiban shalat dan adzan yang membuatnya bersimpuh dan memutuskan untuk mengucap dua kalimat syahadat. Keputusan ini kembali ditentang keluarga, hingga tak ada sekecap aksarapun yang keluar dari mulut kedua orang yang membesarkannya.

Gelembung mimpi Renee membawanya kembali ke ibukota di tahun kelinci ini. Namun kini semangatnya seolah kembali membuncah. Ia menemukan banyak keajaiban dari banyak tiupan mimpi yang tak terlupakan. Mulai dari bertemu seorang pasangan yang tak bisa dilepaskan, menjadi wanita seutuhnya dengan menutup yang seharusnya tak boleh dilihat, hingga bekerja untuk tujuan kemanusiaan tanpa kehilangan aura tomboismenya.  Mimpi masa depannyapun begitu sederhana namun bermakna dalam. “Ingin berbagi dengan banyak orang agar tak lagi malu menghitam di masa lalu,”.



Hijabers can still rawkin fo' sure